Perjalanan
Portugal, Spanyol dan Italia di Benua Afrika
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Diantara
negara-negara impralis barat, Portugal dan Spanyol adalah yang paling lama
menguasai daerah-daerah di Afrika. Portugal yang di kenal sekarang pionir
ekplorasi pada abad 15, sampai sekarang masih memiliki koloni-koloni di Afrika.
Yang terpenting ialah Angola dan Mozambique, disamping itu masih ada beberapa
lainnya terletak di sebelah barat : Guinea dan pulau-pulau Cape Verde, Sao Tome
dan Principe.
Pada
tahun 1482 Angola mulai di kuasai dan Mozambique sejak 1505. Luas Angola
sendiri 500.000 mil persegi, sedang Mozambique 300.000 mil persegi. Jika
keduanya di gabungkan kemudian di tambah dengan Guinea, luasnya sama dengan
luas eropa barat. Penduduk tiga koloni tersebut berjumlah ± 12 juta jiwa dan
lebih dari 98% adalah orang Afrika.
Walaupun
Italia telah dapat dipersatukan pada 1870, namun Italia tidak tergolong negara
terkumuka. Letak geografisnya, kekayaan alam yang berupa tambang-tambang dan
perkembangan kapitalismenya yang lemah menyebabkan negeri tersebut tidak
menyamai perkembangan negara-negara besar di Eropa Barat. Karena tidak
merupakan negara yang kuat, maka politik luar negrinya tidak stabil. Mencari
sekutu atau menggabung kepada negara besar yang diperhitungkan dapat memberi
keuntungan kepadanya. Hal ini dibuktikan ketika Italia berusaha mendapatkan
koloni-koloni di Afrika Utara dan Timur.
Sesudah
kekalahan Italia dalam pertempuran Adua (1896) melawan Etophia, Fernando
Martini seorang politikus dari Toskane mengutarakan masalah “Imperialism of the
Have Nots” (1897), dalam bukunya Cose Africane atau Concering Africa. Martani
mendukung politik imigrasi penduduk ke koloni-koloni Italia. Koloni tidak untuk
kepentingan industri dan financial, bukan untuk mendapatkan bahan-bahan mentah
atau dijadikan basis-basis pertahanan militer. Akan tetapi untuk mengatasi
masalah kelebihan penduduk yang dialami oleh negrinya.
Kepadatan
penduduk yang sangat cepat mengakibatkan ratusan ribu penduduk berimigrasi
kenegri lain, terutama ke Amerika Serikat. Jika hal ini terus berlangsung, akan
membahayakan hari depan politik dan ekonomi Italia. Sebab memang benar bahwa
orang-orang yang berimigrasi itu menyebar-luaskan peradaban, bahasa dan
nprestise Italia. tetapi mereka hanya akan menambah jumlah bangsa-bangsa lain
karena anak cucunya akan lupa terhadap bahasa dan peradaban orang tua dan nenek
moyangnya. Oleh sebab itu jika penduduk yang berkelebihan itu ditampung
dikoloni-koloni yang langsung diawasi oleh negeri induk, maka bahaya yang
mengancam politik dan ekonomi hari depan dapat diatasi.
B.
Rumusan masalah :
1. Apa
kepentingan Portugal, Spanyol, dan Italia di Afrika?
2. Bagaimana
penerapan politik Portugal, Spanyol dan Italia di Afrika?
3. Bagaimana
reaksi yang dilakukan oleh Afrika terhadap politik Portugal, Spanyol dan Italia?
4. Perubahan-perubahan
apa saja yang terjadi di Afrika terhadap penerapan politik tersebut?
BAB
II
Kepentingan
dan penerapan politik Portugal, Spanyol dan Italia di Afrika
1.
Portugal
a.
Kepentingan
Portugal
Selama lima abad Portugal menguasai daerah-daerah di Afrika. Walaupun
banyak pengalaman tentang masalah koloni, koloni-koloni Portugal di Afrika merupakan
daerah yang terbelakang di bandingkan dengan negara-negara eropa barat lainya.
Ketika negeri-negeri barat melakukan politik imprealisme modern di Afrika,
politik kolonial tetap berjalan berdasarkan prinsif-prinsif kolonialisme antik.
Baru sesudah perang dunia II berakhir timbul aliran baru di Portugal untuk
memperbaharui politik tanah jajahanya.
Pada zaman imprealisme modern, dengan munculnya negara-negara imprealis
barat lainya di Afrika Tengah seing menimbulkan ketegangan-ketegangan politik
dan mengancam kedudukan Portugal di aderah tersebut. Portugal sendiri mempunyai
ambisi untuk memperluas koloninya di Angola ketimur hingga dapat di gabungkan
Dengan Mozambique.
b.
Penerapan Politik Portugal
Didalam teori politik kolonial Portugal berdasarkan persamaan ras dengan
perbedaan kultur. Didalam kenyataanya Portugal memang termasuk bangsa penjajah
yang paling kecil melakukan politik rasial. Oleh sebab itu perkawinan antara
hitam dan putih dikoloni Portugis merupakan hal yang biasa.
Akan tetapi politik kolonial yang tidak mengenal diskriminasi ras
tersebut hanyalah sutu refleksi saja dari sistem yang berlaku di Portugal.
Dibawah pemerintahan diktator Dr. Salazer, pemeintah bersifat otokratis dengan
sentralisasi ketat, yang tidak memungkinkan adanya pemikiran-pemikiran
demokratis untuk tanah jajahan. Oleh sebab itu walaupun telah di umumkan dengan
resmi bahwa koloni-koloni di jadikan provinsi-provinsi diseberang lautan atau
provinsi-provinsi Afrika. Yang mempunyai hak sama dengan hak-hak yang dimiliki
oleh provinsi metropolitan, namun karena sifat pemerintahan Salazar yang
otokratis, maka pelaksanaan peraturan tersebut diatas mengalami kegagalan.
Keadaan provinsi diseberang lautan dalam kenyataannya sama dengan koloni-koloni
dimasa sebelumnya atau perubahan yang dilakukan hanya sedikit.
Dengan dijalankan politik paternal yang bertujuan membentuk golongan
elite dikalangan penduduk pribumi berati bahwa pemerintah “segreation” atu pemisahan
di bidang sosial. Dasarnya bukan warna kulit tetapi kultur. Didalam masyrakat,
hanya orang-orang Portugis dan asimilados saja yang mempunyai hak sebagai
warganegara. Syarat-syarat untuk diterima sebagai asimilados-asimilados ialah
bahwa penduduk pribumi itu harus terpelajar dan harus lulus dalam pengujian
mengenai kultur Poertegis; disamping itu harus beragama Katholik Roma dan
memilik standar hidup yang lebih tinggi dari pada penduduk yang masih hidup
dalam kesukuan.
Penduduk dalam jumlah besar tidak mempunyai hak kewarganegaraan, mereka
dipaksa dengan kasar dan keras untuk bekerja kepada pemerintah dan kolonis-kolonis
kulit putih. Kerja paksa untuk pemerintah misalnya pembuatan jalan-jalan,
jembatan-jembatan dan bagunan-bagunan lainya. Adanya buruh paksaan
diperkenankan secara terang-terangan bahkan terdapat agen-agen yang menyerhkan
buruh-buruh tersebut untuk diperkerjakan pada pengusaha-pengusaha perkebunan.
Kerja paksa merupakan hal yang biasa berlangsung koloni-koloni oleh pemerintah
akan dipertahankan. Alasan yang di pakai ialah untuk mendidik masyarakat yang
malas dapat bekerja. Oleh sebab itu pemerintah mengeluarkan peraturan yang
berisi bahwa setiap orang harus memilik surat keterangan yang menyatakan bahwa
ia petani perseorangan; mereka yang tidak mempunyai surat tersebut harus
mencari pekerjaan.
c.
Akibatnya bagi Portugal
Dalam pelaksanaan politik paternal, bidang edukasi memegang peranan
penting. Dalam bidang ini Gereja Katholik Roma dan Sending besar jasanya.
Pemerintah memberikan subsidi kepada misi. Namun demikian dapat dikatakan bahwa
perkembangan pendidikan berjalan sangat lambat, hal ini disebabkan karena
penduduk dimetropolitan Portugal sendiri kurang dari 50% masih buta huruf.
Sistem pendidikan dan buku-buku pelajaran yang dipakai dikoloni sama dengan
yang berlaku di Portugal.
Akibatnya pada tahun 1950 penduduk yang secara resmi di asimilados
sangat sedikit, dan pada tahun 1962 jumlah buta huruf mencapai 99%. Banyak
penduduk yang terdidik menolak untuk menjadi asimilados, karena mereka takut
terpisah dari masyarakat dan mereka juga merasa berat menanggung beban
pajak-pajak ekstra. Pendidikan terutama ditujukan untuk membentuk golongan
elite yang mempunyai kecakapan praktis, sehingga dapat menjadi buruh setengah
terdidik. Jumlah sekolah yang terbatas dan kurangnya modal untuk mengusahakan
kekayaan yang terpendam mengakibatkan koloni-koloni Portugis itu di Angola dan
Mozambique menjadi daerah yang paling terbelakang. Walaupun keduanya mempunyai
potensi yang sangat penting. Bandar-bandar seperti Lorenco Margues dan Beira,
Lobito dan Luanda merupakan kunci yang yang strategis.oleh karena itu daerah
ini menjadi perebutan antara modal Inggris dan modal Jerman.
Ketika pemerintah Portugal mengajukan peminjaman kepada Jerman, Jerman memakai kesempatan itu
mulai beroperasi di daerah Angolaselatan, yang telah di tunjuk oleh Portugal
untuk kepentingan modal Jerman. Dengan bantuan pemerintah jerman, sekelompok
kaum modal Jerman di pimpin oleh Discontogesellschaft membeli sebagin
besar saham-saham dalam Mossamedes Company yang memiliki
tanah, tambang-tambang dan hak didirikan jalan kereta api di Angola. Transaksi
ini disebut “Business of Millions”.
Mossamedes Company didirikan pada 1894, mendapat daerah konsesi di Angola selatan sebesar
lebih kurang 23 juta hektar dengan penduduk lebih kurang 4 juta jiwa. Secara
nominal kongsi tersebut milik pemerintah Portugal tetapi hampir selutuh modal
adalah milik kelompok Cecil Rhodes. Cita-cita Cecil Rhodes menguasai ekonomi
Afrika baratdaya, mulai direalisasikan pada awal tahun 1890-an. Pada waktu itu
modal kongsi dagang Jerman antara lain dipimpin oleh Hansenmann, pemerintah
Jerman mengijinkan modal Inggris masuk ke Afrika baratdaya. Pada tahun 1892 di
bentuk South West African Company yang beroperasi di daerah Damara.
Lama-lama kongsi ini semakin maju dan di kuasai oleh Inggris. Dengan didirikan Mossamedes
Company Inggris berusaha menguasai ekonomi Angola, tetapi Inggris harus
berhadapan dengan Jerman karena pada sebelumnya Inggris pernah kerjasama dengan
Jerman yang disebut Anglo German
Convention (1898), oleh karena itu Inggris harus bersaing dengan Jerman,
dan Inggris membuat perjanjian rahasia dengan Portugal yang dikenal dengan nama
“Windoor Treaty” yang berisi bahwa
Inggris menjamin integritas koloni-koloni Portugal; ini berarti pembatalan
terhadap Angola-German Convention (1898).
2.
Spanyol
a.
Kepentingan Spanyol
Koloni Spanyol lebih
sedikit dan kurang berarti, meliputi : Rio de Oro, Rio Muni, Guinea, Fernando
Po dan daerah kecil di Maroko. Daerahnya yang di Marokalah yang paling berarti.
Penduduknya ± satu juta dan koloni tersebut hanya di pergunakan untuk keperluan
militer. Kenyataan membuktikan bahwa karena bantuan tentara Mor dari Maroko,
Jendral Franco keluar sebagai pemenang dalam perang saudara di Spanyol.
Politik kolonial
Spanyol di Afrika juga tidak berarti. Protektorat Spanyol di Maroko yang berdasarkan perjanjian Algeciras. Berakhir sesudah Perancis
mengakui kemerdekaan Maroko Perancis (1956). Kemudian sultan Marokomengadakan
perundingan dengan Spnyol yang berakhir dengan penyerahan daerah Spanyol
tersebut kepada sultan. Dengan dihapusnya pemerintahan di Tanger (1956), maka
kesatuan Maroko dapat tercapai.
3.
Italia
a.
Kepentingan Italia
Sebelum perang Dunia I berkobar, koloni
Italia di Afrika meliputi daerah Libia, Eritrea, dan tanah Somalia. Luas
seluruhnya 700.00 mil persegi, berarti enam kali luas negara metropole. Dari
tiga koloni tersebut, Libia adalah yang terbesar, tetapi daerahnya tidak subur.
Pada 1912 daerah tersebut menjadi milik Italia dan pada 1913 Italia memperluas
koloni tersebut makin kepedalaman. Didaerah yang tandus, terdiri atas gurun
pasir itu Italia berhadapan dengan Sayid Idris as Sanusi, pemimpin agama islam
yang menolak kekuasaan Italia. Perlawanan sanusi tersebut berlangsung sampai
1931.
Dalam Perang Dunia I Italia tidak hanya
mempertahankan wilayahnya di Afrika tetapi ia berusaha untuk memperluasnya.
Oleh sebab itu Italia menerima tawaran Inggris untuk menggabung pada sekutu.
Sebenarnya sejak 1882 Italia telah berggabung
dalam Triple Alliance. Tetapi ketika perang berkobar Italia mula-mula bersikap
netral, tidak memihak negara Sentral. Ini berarti perjanjian rahasia
Prancis-Italia 1902 dihidupkan kembali. Pada 1915 Italia menandatangani
perjanjian rahasia dengan sekutu, ia akan diberi bantuan uang yang dijanjikan
penambhan daerah-daerah di Afrika, Austria, dan Turki. Pada 1915 Italia
mengungumkan perang kepada Austria dan setelah perang selesai Italia ada pada
pihak yang menang.
Apa yang dijanjikan sekutu dalam perjanjian
rahasia di London , tidak semuanya
dipenuhi. Tambahan daerah yang diterima pada 1919 hanya sedikit sekali dan dari
prancis mendapat daerah oase Ghadmes dan Ghat ; Inggris tidak keberatan apabila
menduduki oase Kufra dan sekitarnya, tempat pusat gerakan sanusi. Italia
menunutut daerah yang menghubungkan Libia dengan danau Tsad. Tuntutan ini
ditolak sebab merugikan Prancis berhubung hubungan diantara daerah Afrika Barat
Prancis dengan Afrika Equatorial Prancis menjadi terhalang.
Sesudah Perang Dunia I berakhir, Italia
sangat kecewa terhadap keputusan-keputusan perdamaian berhubung; (1) harapanya
memperoleh daerah-daerah di Afrika bekas koloni Jerman tidak terpenuhi ; bekas
koloni Jerman dijadikan daerah mandat dan yang ditubjuk sebagai mandataris
adalah Inggris. Prancis, Belgia dan Uni Afrika Selatan. (2) harapan memperoleh
kembali daerah-daerah Italia Irredenta dibawah kekuasaaan Inggris , Prancis dan
Austria : Tessano, Savoya, Corsica dan Malta tidak tercapai. (3) harapan untuk
mendapatkan tambahan daerah di Asia kecil tidak terpenuhi. Dengan demikian Italia, satu-satunya negara
imperialis yanf selama Perang Dunia I belangsung berusaha melakukan ekspansi,
terutama di Afrika mengalami kegagalan.
b.
Ekspansi
Facis Italia di Afrika dan Ethiopia
Ambisi memperluas daerah koloni timbul lagi
sesudah Italia dikuasai oleh kaum facis. Mussolini berusaha unutk menghidupkan
kembali prestige Imperium Roma Kuno. Oleh sebab itu Laut Tengah harus dikuasai
agar Italia tidak seperti “Tahanan di Laut Tengah” . lawan yang harus dihadapi
untuk mencapai cita-citanya ini terdiri atas banyak negara-negara : Spanyol,
Prancis, Albania, Inggris dan Turki. Oleh sebab itu Mussolini insyaf akan
pentingnya mencari sekutu.
Dalam usaha merebut supremasi di Laut Tengah,
Tunis menjadi daerah rebutan. Seakan-akan pertentangan Kartago dengan Roma pada
zaman kuna itu timbul kembali yang tujuanya juga untuk merebut supermasi di
Laut Tengah. Tunis sejak 1881 telah menjadi milik Prancis. Pada waktu itu
penduduk Italia di Tunis tercatat 11.200 jiwa , sedang orang Prancis hanya 700.
Sebelum Perang Dunia I jumlah tersebut berubah menjadi 88.000 orang Italia dan
46.000 penduduk Prancis. Akan tetapi pada 1962 terjadi perubahan pesat dimana
penduduk Prancis menjadi 71.029 dan orang Italia 89.215.
Menurut Italia, tambahnya penduduk Prancis
tersebut tidak syah, karena merupakan hasil usaha menarik orang-orang Italia
masuk menjadi warga negara Prancis, bukan karena kelahiran baru. Akan tetapi
akhirnya Italia mengalami kegagalan dalam usahnya menguasai Laut Tengah.
Kegagalan itu disebabkan karena angkatan laut Prancis Jauh lebih besar dari
pada Italia. Hasil yang dicapai oleh pemerintah Mussolini dihubungkan dengan
politik imperialismenya adalah (1) menduduki oase Kufra, pusat kedudukan
tentara Sanusi (1931) ; cara yang dipakai untuk menguasai daerah tersebut
dikecam hebat oleh kalangan islam. (2) menduduki Eutohpia (1936) dan raja
Italia Vicktor Emanuel III dinobatkan menjadi kaisar Euthopia. (3) Albania
digabungkan pada Italia, merupakan Uni personil; Raja Vikctor Emanuel III
menjadi raja Albania disamping menjadi raja Italia (1939) ; dengan ini laut
Adriatik dapat dikuasai.
Pada waktu Ethiopia diserbu oleh Italia
(1935), penguasa negeri tersebut adalah kaisar Haile Selassi I, yang
menggantikan Empress Zauditu pada 1930. Ia memodernisasikan negerinya dengan
cara memberikan konstitusi tertulis dan parlemen yang terdiri atas dua kamar,
ditambah dengan badan pertimbangan dan angkatan perangnya diperluas. Sebelum
menjadi kaisar, ia terkenal dengan nama Tafari Makonen yang oleh Empress
Zauditu putri Manelik II diangkat sebagai penasehat utama Zaidatu, mangkubumi
dan pewaris. Pada waktu itu ia
menggunakan pengaruhnya yang besar untuk mengatur kembali negerinya , membangun
sekolah-sekolah, rumah-rumah sakit dan mengirim putera-putera nEthopia keluar
negeri unutk belajar. Pada 1923 ia berhasil membawa Euthopia masuk sebagai
anggota Lembaga Bangsa-Bangsa. Pada 1924 ia bejasa dapat menghapus perbudakan.
Pada 1902 inggris mendapat janji dari
Eutophia bahwa tidak ada negeri lain yang akan menggunakan air dari danau Tana.
Untuk Inggris danau Tana sangat penting artinya, sebab dari danau tersebut
mengalirlah salah satu dari sumber sungai Nil Biru yang dipergunakan untuk
mengairi perkebunan kaps di sudan.
Pada 1906 tercapailah perjanjian antara
Inggris-Prancis-Italia, yang berisi bahwa tiada dari satu negara tersebut dapat
melakukan tindakan atas Ethopia tanpa pengetahuan atau persetujuan dua negara
lainnya.
Pada 1919 janji yang diberikan sekutu kepada
Italia dalam perjanjian rahasia di London (1915), pelaksanaanya tidak memenuhi
kehendak Italia, terutama pasal yang menyangkut tambahan daerah di Afrika.
Diterangkan bahwa Italia kan mendapat kompensasi terutama dalam hubungan
penetuan batas-batas koloni Italia : Erytrea, Somali dan Libia dengan
daerah-daerah koloni Inggris dan Prancis yang ada disekitarnya. Sebagai ganti
atas kekecewaan itu, pada 1919 Italia mengusulkan supaya ia diberi kompensasi
yang menyangkut Ethiopia. Karena di danau Tan akan menjadi milik Inggris di
Ethiopia, misalanya dalam permintaan kepada Negus untuk membuat jalan raya dari
danau Tana ke Sudan. Sebaliknya Inggris akan membantu Italia dalam permintaan
yang diajukan kepada Negus untuk mendirikan jalan kereta api dari Erytrea ke
Somalia Italia melalui daerah Ethiopia. Dengan ini seakan-akan berlaku lagi
daerah pengaruh Italia di Ethiopia berdasarkan perjanjian Inggris-Italia 1891.
Pada 1928 masih dapat dicapai perjanjian yang
sifatnya bersahabat antara Italia Ethiopia , berisi perluasan perkembangan
ekonomi baik Ethiopia maupun Erytrea dengan mendirikan jalan raya yang
menghubungkan Dessi-ibukota provinsi Wollo di Ethiopia dengan Assab, kota di
Erytrea yang terletak dipantai Laut Merah. Dengan melalui perjanjian tersebut
Italia dapat memasuki daerah pertahanan alam Ethiopia yang berupa gurun pasir.
Tetapi kaisar Haile Selessie cukup cerdik dan ia tidak mau menyelesaikan
pekerjaan tersebut walaupun sudah dimulai.
Pada 1934 Italia tidak senang melihat
tindakan Haile Selessie yang memodernisasi negerinya dan memperluas angkatan
perangnya. Padahal tindakan kaisar Ethiopia itu adalah sebagai reaksi terhadap
perluasan pertahanan yang dilakukan oleh Italia di Somalia dan Erytrea.
Beberapa insiden terjadi pada tahun 1934,
yang diikuti dengan pertikaian antara tentar4a patroli di Walwal dan
tempat-tempat perbatasan lainya. Ketika Italia mengirim angkatan perangnya ke
Afrika, Ethopia mengadukan masalah tersebut kepada Lembaga Bangsa-Bangsa. Akan
tetapi sebelum Lembaga Bangsa-bangsa selesai mempelajari masalah pertikaian
Italia-Ethiopia , Prancis dan Italia telah menandatangani suatu fakta di Roma (
Januari 1939). Keduanya takut kan perkembangan politik di Jerman yang mengancam
kemerdekaan Austria. Mussolini mendekati Paris dan Prancis menerimanya dengan
senang hati. Maka tercapailah pakta Laval Mussolini yang berisi (1) keduanya
akan berunding jika keadaan Austria terancam. (2) Prancis memberi tambahan
daerah untuk Libia sebesar 45.000 mil persegi dan sedikit dari somalia Prancis
untuk digabungkan pada Erytrea, sehingga Italia mendapat sebagaian daerah
sahara dan jalan keluar menuju keteluk Aden. (3) Italia boleh menanamkan
sahamnya dalam maskapai jalan kereta api Prancis yang menghubungkan Addis Ababa
dengan jibuti. (4) diusahakan hubungan baik antara keduanya di Tunis ; hak-hak
mendirikan sekolah dan hak kewarganegaraan istimewah untuk penduduk Italia di
Tunis diperluas. Berdasarkan perjanjian rahasia, Italia diberi kebebasan
bertindak terhadap Ethiopia.
Bagi Italia , Ethiopia kan dijadikan sumber
bahan mentah yang akan memperkaya Italia, sumber bahan pangan bagi Italia dan
sumber tenaga manusia untuk fascis Italia.
Jika kita perhatikan isi pakta
Laval-Mussolini itu sangat menguntungkan Italia, karena negara-negara Sekutu
ingin menarik Italia pada fihaknya. Padahal sesudah Perang Dunia I berakhir
Italia tidak begitu senang kepada sekutu, karena merasa ditiou. Bagi Italia
pasal yang berbunyi “memberi kebebasan bertindak kepada Ethiopia “ sangat
penting, karena Italia mengetahui bahwa kaisar Haile Selessei merintangi
terlaksananya perjanjian 1928. Maka hanya dengan perang, Ethiopia akan menjadi
koloni Italia.
Pada 1935 diadakan pengadilan mengenai insiden
Walwal. Kaisar Haile Selessei bersedia memegang teguh perjanjian
Italia-Ethiopia (1928). Italia mula-mula setuju, tetapi kemudian atas saran
Lembaga Bangsa-Bangsa , wakil-wakil Prancis, Inggris dan Italia supaya
berunding untuk memperoleh suatu penyelesaian bagi seluruh masalah Ethiopia.
Ketiga penguasa tersebut yang masing-masing mempunyai daerah disekitar
Ethiopia, menghendaki agar Ethiopia dibagi menjadi daerah pengaruh mereka.
Tetapi Prancis yang terikat oleh pakta 1935, lalu menganjurkan kepada Haile
Selessei memberi konsesi ekonomi yang banyak kepada Italia. Inggris dapat
menyetujui, tetapi Italia menolak karena Mussolini menghendaki menganeksasi
Ethiopia.
Dalam perundingan Lembaga Bangsa-Bangsa di
Jenewa, Inggris adalah yang paling anti Italia, sebab jika usaha facis itu
berhasil, pasti akan membahayakan kedudukan Inggris disepanjang Laut Merah,
Afrika Timur Laut dan kemenangan itu juga akan mendorong facis terus melakukan
ekspansi teritorial. Tetapi sebaliknya Prancis masih mencari formula-formula
yang dapat memuaskan Inggris dan Italia.
Sementara Lembaga Bangsa-Bangsa sedang sibuk
mencari penyelesaian tentang masalah Ethiopia (Oktober 1935), tentara Italia
dengan perlengkapan modern menyerbu Ethiopia dari jurusan utara, timur dan
selatan. Alasan yang dikemukakan ialah bahwa “gerakan strateggis tersebut
diperlukan untuk melindungi Erytrea dan Somali Italia dari agresi-agresi” .
Lembaga Bangsa-Bangsa memutuskan Italia
sebagai agresor dan dikenakan sangsi-sangsi finansial dan ekonomi. Tetapi Italia
tidak mengubah sikapnya. Sesudah Ethiopia diduduki (19360, kaisar Haile
Selessei melarikan diri ke London dan mengajukan protes kepada Lembaga
Bangsa-Bangsa mengenai agresi Italia terhadap negrinya.
Pada 1936-1942 Ethopia kehilangan
kemerdekaanya. Victor Emanuel III diangkat menjadi kaisar Ethiopia. Pada 1936
dibentuk Afrika Timur Italia meliputi Ethiopia, Somalia Italia dan Erytrea.
Kemudian diadakan militerisasi Afrika Timur Italia. Tindakan selanjutnya akan merebut daerah Somali Prancis, kemudian
Sudan, Kenya dan Uganda.
Untuk dapat mengambil hasil kekayaan alam
Ethiopia, Italia membuat “Rencana 6 tahun “. Barang-barang yang diharapkan
ialah bahan-bahan mentan seperti kapas, wool dan bahan pangan seperti gandum
disamping hasil pertambangan. Dari tambang-tambang besi dan batu bara akan
diusahakan untuk membuat pabrik-pabrik baja, jalan-jalan kereta api, meriam dan
senjata api.
Tetapi sesudah 1 setengah tahun “Rencana”
tersebut dijalankan, hasil yang diimpi-impikan belum dapat dipetik, karena
adanya sangsi-sangsi dari Lembaga Bangsa-Bangsa dan perlawanan rakyat Ethiopia
yang masih terus dilanjutkan. Juga karena kekurangan modal, banyak
tambang-tambang yang kaya tidak dapat dieksplotir menurut rencana.
Sesudah Italia menduduki Ethiopia, politik
luar negrinya berubah. Italia makin menjahui bekas sekutunya dan mendekati
Jerman. Hal ini disebabkan karena Jerman tidak ikut menjalankan sangsi Lembaga
Bangsa-Bangsa terhadap Italia. Disamping itu Jerman juga mengakui kekuasan
Italia di Ethiopia. Dengan demikian maka pada 1936 terbentuklah persekutuan
Nazi dan Facis dan bersama-sama membnatu jendral Franco yang melakukan Perang
saudar di spanyol. Latar belakang Nazi membantu jendral Franco adalah untuk
memperoleh bantuan berupa bahan-bahan pertambangan dari spanyol sedang bagi
Facis untuk dapat menguasai Laut Tengah bagian barat.
Pada 1938 Italia menuntut Tunis dengan alasan
membela penduduk Italia di Tunis yang ditindas oleh Prancis. Berikutnya Italia
juga menuntut Pulau Corsica , Savoya dan Nizza dari Prancis. Tetapi semua
tuntutan tersebut tidak berhasil . pada 1940 Somali Inggris diduduki oleh
Italia , tetapi walaupun daerahnya bertambah, hubungan dengan negri induk
terputus, hanya dapat dilakukan melalui udara. Italia juga merencanakan
menguasai terusan Suez yang akan dilakukan melalui Libia.
Dilain fihak Inggris mengadakan perjanjian
dengan Mesir “Anglo-Egyptian Treary’ (1936), berisi Inggris diberi izin untuk
memakai Mesir sebagai basis perang dan Mesir juga akan memebri bantuan militer.
Kemajuan yang diperoleh jendral Grazini (Italia) dalam mendekati perbatasan
Mesir akhirnya pada 1941 tertahan dan dipukul mundur oleh gabungan tentara
inggris dan Prancis. Pos-pos militer Italia Sudan untuk mengadakan operasi di
Afrika Timur. Bersama tentara sekutu, daerah Afrika Timur Italia akhirnya dapat
direbut kembali. Ini berarti bahwa usaha Mussoloni untuk menguasai Afrika Timur
dan Suez gagal sama sekali.
Haile Sellessie kembali berkuasa sebagai
kaisar dan selama 9 bulan berlaku pemerintahan militer dinegrinya. Pada Januari
1942 Ethiopia mengadakan persetujuan dengan Inggris. Parlemen Ethiopia dibuka
kembali dan kabinet baru dibentuk .
Dalam periode-periode berikutnya Kaisar giat
memperluas pendidikan, melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang
administrasi, sosial dan pengadilan. Pada 1955 konstitusi Ethiopia ditinjau
kembali ; keputusan yang diambil menentukan
bahwa kaisar menjadi kepala pemerintahan dan kepala negara dengan
kekuasaan menuju kabinet ; Parlemen terdiri atas dua kamar senat ditunjuk oleh
kaisar sedang anggota Dewan Perwakilan Rakyat ; pilih langsung oleh rakyat.
Pemilihan umum untuk pertama kali akan dilangsungkan pada 1957.
BAB III
PERUBAHAN-PERUBAHAN DI AFRIKA
1. Portugal
a. Bidang
Ekonomi
Ø Portugal mengembangkan perekonomian Afrika
melalui kerjasama dengan negara eropa lainnya seperti Jerman.
Ø Membuka lahan perdagangan di Angola.
Ø Masyarakat diberikan pekerjaan yaitu berkerja
di perkebunan.
b. Bidang
Pendidikan
Ø Masyarakat Afrika diperkenalkan Pendidikan
walaupun mengunakan bahasa Portugal.
Ø Masyarakat memiliki kecakapan tertentu
Ø Dapat mengenal bahasa dan kultur portugis.
c. Bidang
Sosial-Budaya
Ø Masyarakat digolongkan berdasarkan kultur
bukan warna kulit.
Ø Masyarakat diperkenalkan budaya Portugal
Ø Masyarakat mengenal Kepercayaan yaitu Agama
Katholik Roma.
2. Italia
a. Politik
Ø Pada waktu Ethiopia diserbu oleh Italia
(1935), penguasa negeri tersebut adalah kaisar Haile Selassi I, yang
menggantikan Empress Zauditu pada 1930. Ia memodernisasikan negerinya dengan
cara memberikan konstitusi tertulis dan parlemen yang terdiri atas dua kamar,
ditambah dengan badan pertimbangan dan angkatan perangnya diperluas.
Ø Pada 1955 konstitusi Ethiopia ditinjau
kembali ; keputusan yang diambil menentukan
bahwa kaisar menjadi kepala pemerintahan dan kepala negara dengan
kekuasaan menuju kabinet ; Parlemen terdiri atas dua kamar senat ditunjuk oleh
kaisar sedang anggota Dewan Perwakilan Rakyat ; pilih langsung oleh rakyat.
Pemilihan umum untuk pertama kali akan dilangsungkan pada 1957.
b. Pendidikan
Ø Perluasan pendidikan, pembaharuan-pembaharuan
dalam bidang administrasi, sosial dan pengadilan terjadi di Afrika khususnya
Ethiopia.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Kolonialisasi yang dilakukan oleh
bangsa eropa sedikit banyak memberikan perubahan terhadap perkembangan dunia
Afrika, mulai dari pendidikan, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan juga
pemerintahan dll. Seperti yang telah dilakukan Portugal tehadap Angola, ini
membuat sejarah penting bagi Angola itu sendiri. Perubahan-perubahan yang
dialami memang cukup lambat hal ini dikarenakan masyarakat Afrika yang sedikit
tertinggal dari Eropa. Melalui kolonialisi pula bangsa Afrika belajar tentang
dunia luar, untuk menata bangsanya sendiri.
Seperti politik Portugal, Spanyol,
dan Italia, masing-masing negara tersebut memberikan pengaruh terhadap
koloninya, dalam bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, pendidikan dan
pemerintahan.
Daftar Pustaka
Soeratman
Darsiti, sejarah afrika zaman impralisme
modern, jilid II.Yogyakarta 1974
Tidak ada komentar:
Posting Komentar