Jumat, 19 April 2013


Perjalanan Portugal, Spanyol dan Italia di Benua Afrika


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Diantara negara-negara impralis barat, Portugal dan Spanyol adalah yang paling lama menguasai daerah-daerah di Afrika. Portugal yang di kenal sekarang pionir ekplorasi pada abad 15, sampai sekarang masih memiliki koloni-koloni di Afrika. Yang terpenting ialah Angola dan Mozambique, disamping itu masih ada beberapa lainnya terletak di sebelah barat : Guinea dan pulau-pulau Cape Verde, Sao Tome dan Principe.
Pada tahun 1482 Angola mulai di kuasai dan Mozambique sejak 1505. Luas Angola sendiri 500.000 mil persegi, sedang Mozambique 300.000 mil persegi. Jika keduanya di gabungkan kemudian di tambah dengan Guinea, luasnya sama dengan luas eropa barat. Penduduk tiga koloni tersebut berjumlah ± 12 juta jiwa dan lebih dari 98% adalah orang Afrika.
Walaupun Italia telah dapat dipersatukan pada 1870, namun Italia tidak tergolong negara terkumuka. Letak geografisnya, kekayaan alam yang berupa tambang-tambang dan perkembangan kapitalismenya yang lemah menyebabkan negeri tersebut tidak menyamai perkembangan negara-negara besar di Eropa Barat. Karena tidak merupakan negara yang kuat, maka politik luar negrinya tidak stabil. Mencari sekutu atau menggabung kepada negara besar yang diperhitungkan dapat memberi keuntungan kepadanya. Hal ini dibuktikan ketika Italia berusaha mendapatkan koloni-koloni di Afrika Utara dan Timur.
Sesudah kekalahan Italia dalam pertempuran Adua (1896) melawan Etophia, Fernando Martini seorang politikus dari Toskane mengutarakan masalah “Imperialism of the Have Nots” (1897), dalam bukunya Cose Africane atau Concering Africa. Martani mendukung politik imigrasi penduduk ke koloni-koloni Italia. Koloni tidak untuk kepentingan industri dan financial, bukan untuk mendapatkan bahan-bahan mentah atau dijadikan basis-basis pertahanan militer. Akan tetapi untuk mengatasi masalah kelebihan penduduk yang dialami oleh negrinya.
Kepadatan penduduk yang sangat cepat mengakibatkan ratusan ribu penduduk berimigrasi kenegri lain, terutama ke Amerika Serikat. Jika hal ini terus berlangsung, akan membahayakan hari depan politik dan ekonomi Italia. Sebab memang benar bahwa orang-orang yang berimigrasi itu menyebar-luaskan peradaban, bahasa dan nprestise Italia. tetapi mereka hanya akan menambah jumlah bangsa-bangsa lain karena anak cucunya akan lupa terhadap bahasa dan peradaban orang tua dan nenek moyangnya. Oleh sebab itu jika penduduk yang berkelebihan itu ditampung dikoloni-koloni yang langsung diawasi oleh negeri induk, maka bahaya yang mengancam politik dan ekonomi hari depan dapat diatasi.



B.     Rumusan masalah :
1.      Apa kepentingan Portugal, Spanyol, dan Italia di Afrika?
2.      Bagaimana penerapan politik Portugal, Spanyol dan Italia di Afrika?
3.      Bagaimana reaksi yang dilakukan oleh Afrika terhadap politik Portugal, Spanyol dan Italia?
4.      Perubahan-perubahan apa saja yang terjadi di Afrika terhadap penerapan politik tersebut?



BAB II
Kepentingan dan penerapan politik Portugal, Spanyol dan Italia di Afrika
1.      Portugal
a.      Kepentingan Portugal
Selama lima abad Portugal menguasai daerah-daerah di Afrika. Walaupun banyak pengalaman tentang masalah koloni, koloni-koloni Portugal di Afrika merupakan daerah yang terbelakang di bandingkan dengan negara-negara eropa barat lainya. Ketika negeri-negeri barat melakukan politik imprealisme modern di Afrika, politik kolonial tetap berjalan berdasarkan prinsif-prinsif kolonialisme antik. Baru sesudah perang dunia II berakhir timbul aliran baru di Portugal untuk memperbaharui politik tanah jajahanya.
Pada zaman imprealisme modern, dengan munculnya negara-negara imprealis barat lainya di Afrika Tengah seing menimbulkan ketegangan-ketegangan politik dan mengancam kedudukan Portugal di aderah tersebut. Portugal sendiri mempunyai ambisi untuk memperluas koloninya di Angola ketimur hingga dapat di gabungkan Dengan Mozambique.

b.      Penerapan Politik Portugal
Didalam teori politik kolonial Portugal berdasarkan persamaan ras dengan perbedaan kultur. Didalam kenyataanya Portugal memang termasuk bangsa penjajah yang paling kecil melakukan politik rasial. Oleh sebab itu perkawinan antara hitam dan putih dikoloni Portugis merupakan hal yang biasa.
Akan tetapi politik kolonial yang tidak mengenal diskriminasi ras tersebut hanyalah sutu refleksi saja dari sistem yang berlaku di Portugal. Dibawah pemerintahan diktator Dr. Salazer, pemeintah bersifat otokratis dengan sentralisasi ketat, yang tidak memungkinkan adanya pemikiran-pemikiran demokratis untuk tanah jajahan. Oleh sebab itu walaupun telah di umumkan dengan resmi bahwa koloni-koloni di jadikan provinsi-provinsi diseberang lautan atau provinsi-provinsi Afrika. Yang mempunyai hak sama dengan hak-hak yang dimiliki oleh provinsi metropolitan, namun karena sifat pemerintahan Salazar yang otokratis, maka pelaksanaan peraturan tersebut diatas mengalami kegagalan. Keadaan provinsi diseberang lautan dalam kenyataannya sama dengan koloni-koloni dimasa sebelumnya atau perubahan yang dilakukan hanya sedikit.
Dengan dijalankan politik paternal yang bertujuan membentuk golongan elite dikalangan penduduk pribumi berati bahwa pemerintah “segreation” atu pemisahan di bidang sosial. Dasarnya bukan warna kulit tetapi kultur. Didalam masyrakat, hanya orang-orang Portugis dan asimilados saja yang mempunyai hak sebagai warganegara. Syarat-syarat untuk diterima sebagai asimilados-asimilados ialah bahwa penduduk pribumi itu harus terpelajar dan harus lulus dalam pengujian mengenai kultur Poertegis; disamping itu harus beragama Katholik Roma dan memilik standar hidup yang lebih tinggi dari pada penduduk yang masih hidup dalam kesukuan.
Penduduk dalam jumlah besar tidak mempunyai hak kewarganegaraan, mereka dipaksa dengan kasar dan keras untuk bekerja kepada pemerintah dan kolonis-kolonis kulit putih. Kerja paksa untuk pemerintah misalnya pembuatan jalan-jalan, jembatan-jembatan dan bagunan-bagunan lainya. Adanya buruh paksaan diperkenankan secara terang-terangan bahkan terdapat agen-agen yang menyerhkan buruh-buruh tersebut untuk diperkerjakan pada pengusaha-pengusaha perkebunan. Kerja paksa merupakan hal yang biasa berlangsung koloni-koloni oleh pemerintah akan dipertahankan. Alasan yang di pakai ialah untuk mendidik masyarakat yang malas dapat bekerja. Oleh sebab itu pemerintah mengeluarkan peraturan yang berisi bahwa setiap orang harus memilik surat keterangan yang menyatakan bahwa ia petani perseorangan; mereka yang tidak mempunyai surat tersebut harus mencari pekerjaan.

c.       Akibatnya bagi Portugal
Dalam pelaksanaan politik paternal, bidang edukasi memegang peranan penting. Dalam bidang ini Gereja Katholik Roma dan Sending besar jasanya. Pemerintah memberikan subsidi kepada misi. Namun demikian dapat dikatakan bahwa perkembangan pendidikan berjalan sangat lambat, hal ini disebabkan karena penduduk dimetropolitan Portugal sendiri kurang dari 50% masih buta huruf. Sistem pendidikan dan buku-buku pelajaran yang dipakai dikoloni sama dengan yang berlaku di Portugal.
Akibatnya pada tahun 1950 penduduk yang secara resmi di asimilados sangat sedikit, dan pada tahun 1962 jumlah buta huruf mencapai 99%. Banyak penduduk yang terdidik menolak untuk menjadi asimilados, karena mereka takut terpisah dari masyarakat dan mereka juga merasa berat menanggung beban pajak-pajak ekstra. Pendidikan terutama ditujukan untuk membentuk golongan elite yang mempunyai kecakapan praktis, sehingga dapat menjadi buruh setengah terdidik. Jumlah sekolah yang terbatas dan kurangnya modal untuk mengusahakan kekayaan yang terpendam mengakibatkan koloni-koloni Portugis itu di Angola dan Mozambique menjadi daerah yang paling terbelakang. Walaupun keduanya mempunyai potensi yang sangat penting. Bandar-bandar seperti Lorenco Margues dan Beira, Lobito dan Luanda merupakan kunci yang yang strategis.oleh karena itu daerah ini menjadi perebutan antara modal Inggris dan modal Jerman.
Ketika pemerintah Portugal mengajukan peminjaman  kepada Jerman, Jerman memakai kesempatan itu mulai beroperasi di daerah Angolaselatan, yang telah di tunjuk oleh Portugal untuk kepentingan modal Jerman. Dengan bantuan pemerintah jerman, sekelompok kaum modal Jerman di pimpin oleh Discontogesellschaft membeli sebagin besar saham-saham dalam Mossamedes Company yang memiliki tanah, tambang-tambang dan hak didirikan jalan kereta api di Angola. Transaksi ini disebut “Business of Millions”.
Mossamedes Company didirikan pada 1894, mendapat daerah konsesi di Angola selatan sebesar lebih kurang 23 juta hektar dengan penduduk lebih kurang 4 juta jiwa. Secara nominal kongsi tersebut milik pemerintah Portugal tetapi hampir selutuh modal adalah milik kelompok Cecil Rhodes. Cita-cita Cecil Rhodes menguasai ekonomi Afrika baratdaya, mulai direalisasikan pada awal tahun 1890-an. Pada waktu itu modal kongsi dagang Jerman antara lain dipimpin oleh Hansenmann, pemerintah Jerman mengijinkan modal Inggris masuk ke Afrika baratdaya. Pada tahun 1892 di bentuk South West African Company yang beroperasi di daerah Damara. Lama-lama kongsi ini semakin maju dan di kuasai oleh Inggris. Dengan didirikan Mossamedes Company Inggris berusaha menguasai ekonomi Angola, tetapi Inggris harus berhadapan dengan Jerman karena pada sebelumnya Inggris pernah kerjasama dengan Jerman yang disebut Anglo German Convention (1898), oleh karena itu Inggris harus bersaing dengan Jerman, dan Inggris membuat perjanjian rahasia dengan Portugal yang dikenal dengan nama “Windoor Treaty” yang berisi bahwa Inggris menjamin integritas koloni-koloni Portugal; ini berarti pembatalan terhadap Angola-German Convention (1898).

2.      Spanyol
a.      Kepentingan Spanyol
Koloni Spanyol lebih sedikit dan kurang berarti, meliputi : Rio de Oro, Rio Muni, Guinea, Fernando Po dan daerah kecil di Maroko. Daerahnya yang di Marokalah yang paling berarti. Penduduknya ± satu juta dan koloni tersebut hanya di pergunakan untuk keperluan militer. Kenyataan membuktikan bahwa karena bantuan tentara Mor dari Maroko, Jendral Franco keluar sebagai pemenang dalam perang saudara di Spanyol.
Politik kolonial Spanyol di Afrika juga tidak berarti. Protektorat Spanyol di Maroko yang berdasarkan perjanjian Algeciras. Berakhir sesudah Perancis mengakui kemerdekaan Maroko Perancis (1956). Kemudian sultan Marokomengadakan perundingan dengan Spnyol yang berakhir dengan penyerahan daerah Spanyol tersebut kepada sultan. Dengan dihapusnya pemerintahan di Tanger (1956), maka kesatuan Maroko dapat tercapai.

3.      Italia
a.      Kepentingan Italia
Sebelum perang Dunia I berkobar, koloni Italia di Afrika meliputi daerah Libia, Eritrea, dan tanah Somalia. Luas seluruhnya 700.00 mil persegi, berarti enam kali luas negara metropole. Dari tiga koloni tersebut, Libia adalah yang terbesar, tetapi daerahnya tidak subur. Pada 1912 daerah tersebut menjadi milik Italia dan pada 1913 Italia memperluas koloni tersebut makin kepedalaman. Didaerah yang tandus, terdiri atas gurun pasir itu Italia berhadapan dengan Sayid Idris as Sanusi, pemimpin agama islam yang menolak kekuasaan Italia. Perlawanan sanusi tersebut berlangsung sampai 1931.
Dalam Perang Dunia I Italia tidak hanya mempertahankan wilayahnya di Afrika tetapi ia berusaha untuk memperluasnya. Oleh sebab itu Italia menerima tawaran Inggris untuk menggabung pada sekutu.
Sebenarnya sejak 1882 Italia telah berggabung dalam Triple Alliance. Tetapi ketika perang berkobar Italia mula-mula bersikap netral, tidak memihak negara Sentral. Ini berarti perjanjian rahasia Prancis-Italia 1902 dihidupkan kembali. Pada 1915 Italia menandatangani perjanjian rahasia dengan sekutu, ia akan diberi bantuan uang yang dijanjikan penambhan daerah-daerah di Afrika, Austria, dan Turki. Pada 1915 Italia mengungumkan perang kepada Austria dan setelah perang selesai Italia ada pada pihak yang menang.
Apa yang dijanjikan sekutu dalam perjanjian rahasia di London , tidak  semuanya dipenuhi. Tambahan daerah yang diterima pada 1919 hanya sedikit sekali dan dari prancis mendapat daerah oase Ghadmes dan Ghat ; Inggris tidak keberatan apabila menduduki oase Kufra dan sekitarnya, tempat pusat gerakan sanusi. Italia menunutut daerah yang menghubungkan Libia dengan danau Tsad. Tuntutan ini ditolak sebab merugikan Prancis berhubung hubungan diantara daerah Afrika Barat Prancis dengan Afrika Equatorial Prancis menjadi terhalang.
Sesudah Perang Dunia I berakhir, Italia sangat kecewa terhadap keputusan-keputusan perdamaian berhubung; (1) harapanya memperoleh daerah-daerah di Afrika bekas koloni Jerman tidak terpenuhi ; bekas koloni Jerman dijadikan daerah mandat dan yang ditubjuk sebagai mandataris adalah Inggris. Prancis, Belgia dan Uni Afrika Selatan. (2) harapan memperoleh kembali daerah-daerah Italia Irredenta dibawah kekuasaaan Inggris , Prancis dan Austria : Tessano, Savoya, Corsica dan Malta tidak tercapai. (3) harapan untuk mendapatkan tambahan daerah di Asia kecil tidak terpenuhi.  Dengan demikian Italia, satu-satunya negara imperialis yanf selama Perang Dunia I belangsung berusaha melakukan ekspansi, terutama di Afrika mengalami kegagalan.
b.      Ekspansi Facis Italia di Afrika dan Ethiopia
Ambisi memperluas daerah koloni timbul lagi sesudah Italia dikuasai oleh kaum facis. Mussolini berusaha unutk menghidupkan kembali prestige Imperium Roma Kuno. Oleh sebab itu Laut Tengah harus dikuasai agar Italia tidak seperti “Tahanan di Laut Tengah” . lawan yang harus dihadapi untuk mencapai cita-citanya ini terdiri atas banyak negara-negara : Spanyol, Prancis, Albania, Inggris dan Turki. Oleh sebab itu Mussolini insyaf akan pentingnya mencari sekutu.
Dalam usaha merebut supremasi di Laut Tengah, Tunis menjadi daerah rebutan. Seakan-akan pertentangan Kartago dengan Roma pada zaman kuna itu timbul kembali yang tujuanya juga untuk merebut supermasi di Laut Tengah. Tunis sejak 1881 telah menjadi milik Prancis. Pada waktu itu penduduk Italia di Tunis tercatat 11.200 jiwa , sedang orang Prancis hanya 700. Sebelum Perang Dunia I jumlah tersebut berubah menjadi 88.000 orang Italia dan 46.000 penduduk Prancis. Akan tetapi pada 1962 terjadi perubahan pesat dimana penduduk Prancis menjadi 71.029 dan orang Italia 89.215.
Menurut Italia, tambahnya penduduk Prancis tersebut tidak syah, karena merupakan hasil usaha menarik orang-orang Italia masuk menjadi warga negara Prancis, bukan karena kelahiran baru. Akan tetapi akhirnya Italia mengalami kegagalan dalam usahnya menguasai Laut Tengah. Kegagalan itu disebabkan karena angkatan laut Prancis Jauh lebih besar dari pada Italia. Hasil yang dicapai oleh pemerintah Mussolini dihubungkan dengan politik imperialismenya adalah (1) menduduki oase Kufra, pusat kedudukan tentara Sanusi (1931) ; cara yang dipakai untuk menguasai daerah tersebut dikecam hebat oleh kalangan islam. (2) menduduki Eutohpia (1936) dan raja Italia Vicktor Emanuel III dinobatkan menjadi kaisar Euthopia. (3) Albania digabungkan pada Italia, merupakan Uni personil; Raja Vikctor Emanuel III menjadi raja Albania disamping menjadi raja Italia (1939) ; dengan ini laut Adriatik dapat dikuasai.
Pada waktu Ethiopia diserbu oleh Italia (1935), penguasa negeri tersebut adalah kaisar Haile Selassi I, yang menggantikan Empress Zauditu pada 1930. Ia memodernisasikan negerinya dengan cara memberikan konstitusi tertulis dan parlemen yang terdiri atas dua kamar, ditambah dengan badan pertimbangan dan angkatan perangnya diperluas. Sebelum menjadi kaisar, ia terkenal dengan nama Tafari Makonen yang oleh Empress Zauditu putri Manelik II diangkat sebagai penasehat utama Zaidatu, mangkubumi dan pewaris. Pada waktu itu  ia menggunakan pengaruhnya yang besar untuk mengatur kembali negerinya , membangun sekolah-sekolah, rumah-rumah sakit dan mengirim putera-putera nEthopia keluar negeri unutk belajar. Pada 1923 ia berhasil membawa Euthopia masuk sebagai anggota Lembaga Bangsa-Bangsa. Pada 1924 ia bejasa dapat menghapus perbudakan.
Pada 1902 inggris mendapat janji dari Eutophia bahwa tidak ada negeri lain yang akan menggunakan air dari danau Tana. Untuk Inggris danau Tana sangat penting artinya, sebab dari danau tersebut mengalirlah salah satu dari sumber sungai Nil Biru yang dipergunakan untuk mengairi perkebunan kaps di sudan.
Pada 1906 tercapailah perjanjian antara Inggris-Prancis-Italia, yang berisi bahwa tiada dari satu negara tersebut dapat melakukan tindakan atas Ethopia tanpa pengetahuan atau persetujuan dua negara lainnya.
Pada 1919 janji yang diberikan sekutu kepada Italia dalam perjanjian rahasia di London (1915), pelaksanaanya tidak memenuhi kehendak Italia, terutama pasal yang menyangkut tambahan daerah di Afrika. Diterangkan bahwa Italia kan mendapat kompensasi terutama dalam hubungan penetuan batas-batas koloni Italia : Erytrea, Somali dan Libia dengan daerah-daerah koloni Inggris dan Prancis yang ada disekitarnya. Sebagai ganti atas kekecewaan itu, pada 1919 Italia mengusulkan supaya ia diberi kompensasi yang menyangkut Ethiopia. Karena di danau Tan akan menjadi milik Inggris di Ethiopia, misalanya dalam permintaan kepada Negus untuk membuat jalan raya dari danau Tana ke Sudan. Sebaliknya Inggris akan membantu Italia dalam permintaan yang diajukan kepada Negus untuk mendirikan jalan kereta api dari Erytrea ke Somalia Italia melalui daerah Ethiopia. Dengan ini seakan-akan berlaku lagi daerah pengaruh Italia di Ethiopia berdasarkan perjanjian Inggris-Italia 1891.
Pada 1928 masih dapat dicapai perjanjian yang sifatnya bersahabat antara Italia Ethiopia , berisi perluasan perkembangan ekonomi baik Ethiopia maupun Erytrea dengan mendirikan jalan raya yang menghubungkan Dessi-ibukota provinsi Wollo di Ethiopia dengan Assab, kota di Erytrea yang terletak dipantai Laut Merah. Dengan melalui perjanjian tersebut Italia dapat memasuki daerah pertahanan alam Ethiopia yang berupa gurun pasir. Tetapi kaisar Haile Selessie cukup cerdik dan ia tidak mau menyelesaikan pekerjaan tersebut walaupun sudah dimulai.
Pada 1934 Italia tidak senang melihat tindakan Haile Selessie yang memodernisasi negerinya dan memperluas angkatan perangnya. Padahal tindakan kaisar Ethiopia itu adalah sebagai reaksi terhadap perluasan pertahanan yang dilakukan oleh Italia di Somalia dan Erytrea.
Beberapa insiden terjadi pada tahun 1934, yang diikuti dengan pertikaian antara tentar4a patroli di Walwal dan tempat-tempat perbatasan lainya. Ketika Italia mengirim angkatan perangnya ke Afrika, Ethopia mengadukan masalah tersebut kepada Lembaga Bangsa-Bangsa. Akan tetapi sebelum Lembaga Bangsa-bangsa selesai mempelajari masalah pertikaian Italia-Ethiopia , Prancis dan Italia telah menandatangani suatu fakta di Roma ( Januari 1939). Keduanya takut kan perkembangan politik di Jerman yang mengancam kemerdekaan Austria. Mussolini mendekati Paris dan Prancis menerimanya dengan senang hati. Maka tercapailah pakta Laval Mussolini yang berisi (1) keduanya akan berunding jika keadaan Austria terancam. (2) Prancis memberi tambahan daerah untuk Libia sebesar 45.000 mil persegi dan sedikit dari somalia Prancis untuk digabungkan pada Erytrea, sehingga Italia mendapat sebagaian daerah sahara dan jalan keluar menuju keteluk Aden. (3) Italia boleh menanamkan sahamnya dalam maskapai jalan kereta api Prancis yang menghubungkan Addis Ababa dengan jibuti. (4) diusahakan hubungan baik antara keduanya di Tunis ; hak-hak mendirikan sekolah dan hak kewarganegaraan istimewah untuk penduduk Italia di Tunis diperluas. Berdasarkan perjanjian rahasia, Italia diberi kebebasan bertindak terhadap Ethiopia.
Bagi Italia , Ethiopia kan dijadikan sumber bahan mentah yang akan memperkaya Italia, sumber bahan pangan bagi Italia dan sumber tenaga manusia untuk fascis Italia.
Jika kita perhatikan isi pakta Laval-Mussolini itu sangat menguntungkan Italia, karena negara-negara Sekutu ingin menarik Italia pada fihaknya. Padahal sesudah Perang Dunia I berakhir Italia tidak begitu senang kepada sekutu, karena merasa ditiou. Bagi Italia pasal yang berbunyi “memberi kebebasan bertindak kepada Ethiopia “ sangat penting, karena Italia mengetahui bahwa kaisar Haile Selessei merintangi terlaksananya perjanjian 1928. Maka hanya dengan perang, Ethiopia akan menjadi koloni Italia.
Pada 1935 diadakan pengadilan mengenai insiden Walwal. Kaisar Haile Selessei bersedia memegang teguh perjanjian Italia-Ethiopia (1928). Italia mula-mula setuju, tetapi kemudian atas saran Lembaga Bangsa-Bangsa , wakil-wakil Prancis, Inggris dan Italia supaya berunding untuk memperoleh suatu penyelesaian bagi seluruh masalah Ethiopia. Ketiga penguasa tersebut yang masing-masing mempunyai daerah disekitar Ethiopia, menghendaki agar Ethiopia dibagi menjadi daerah pengaruh mereka. Tetapi Prancis yang terikat oleh pakta 1935, lalu menganjurkan kepada Haile Selessei memberi konsesi ekonomi yang banyak kepada Italia. Inggris dapat menyetujui, tetapi Italia menolak karena Mussolini menghendaki menganeksasi Ethiopia.
Dalam perundingan Lembaga Bangsa-Bangsa di Jenewa, Inggris adalah yang paling anti Italia, sebab jika usaha facis itu berhasil, pasti akan membahayakan kedudukan Inggris disepanjang Laut Merah, Afrika Timur Laut dan kemenangan itu juga akan mendorong facis terus melakukan ekspansi teritorial. Tetapi sebaliknya Prancis masih mencari formula-formula yang dapat memuaskan Inggris dan Italia.
Sementara Lembaga Bangsa-Bangsa sedang sibuk mencari penyelesaian tentang masalah Ethiopia (Oktober 1935), tentara Italia dengan perlengkapan modern menyerbu Ethiopia dari jurusan utara, timur dan selatan. Alasan yang dikemukakan ialah bahwa “gerakan strateggis tersebut diperlukan untuk melindungi Erytrea dan Somali Italia dari agresi-agresi” .
Lembaga Bangsa-Bangsa memutuskan Italia sebagai agresor dan dikenakan sangsi-sangsi finansial dan ekonomi. Tetapi Italia tidak mengubah sikapnya. Sesudah Ethiopia diduduki (19360, kaisar Haile Selessei melarikan diri ke London dan mengajukan protes kepada Lembaga Bangsa-Bangsa mengenai agresi Italia terhadap negrinya.
Pada 1936-1942 Ethopia kehilangan kemerdekaanya. Victor Emanuel III diangkat menjadi kaisar Ethiopia. Pada 1936 dibentuk Afrika Timur Italia meliputi Ethiopia, Somalia Italia dan Erytrea. Kemudian diadakan militerisasi Afrika Timur Italia. Tindakan selanjutnya  akan merebut daerah Somali Prancis, kemudian Sudan, Kenya dan Uganda.
Untuk dapat mengambil hasil kekayaan alam Ethiopia, Italia membuat “Rencana 6 tahun “. Barang-barang yang diharapkan ialah bahan-bahan mentan seperti kapas, wool dan bahan pangan seperti gandum disamping hasil pertambangan. Dari tambang-tambang besi dan batu bara akan diusahakan untuk membuat pabrik-pabrik baja, jalan-jalan kereta api, meriam dan senjata api.
Tetapi sesudah 1 setengah tahun “Rencana” tersebut dijalankan, hasil yang diimpi-impikan belum dapat dipetik, karena adanya sangsi-sangsi dari Lembaga Bangsa-Bangsa dan perlawanan rakyat Ethiopia yang masih terus dilanjutkan. Juga karena kekurangan modal, banyak tambang-tambang yang kaya tidak dapat dieksplotir menurut rencana.
Sesudah Italia menduduki Ethiopia, politik luar negrinya berubah. Italia makin menjahui bekas sekutunya dan mendekati Jerman. Hal ini disebabkan karena Jerman tidak ikut menjalankan sangsi Lembaga Bangsa-Bangsa terhadap Italia. Disamping itu Jerman juga mengakui kekuasan Italia di Ethiopia. Dengan demikian maka pada 1936 terbentuklah persekutuan Nazi dan Facis dan bersama-sama membnatu jendral Franco yang melakukan Perang saudar di spanyol. Latar belakang Nazi membantu jendral Franco adalah untuk memperoleh bantuan berupa bahan-bahan pertambangan dari spanyol sedang bagi Facis untuk dapat menguasai Laut Tengah bagian barat.
Pada 1938 Italia menuntut Tunis dengan alasan membela penduduk Italia di Tunis yang ditindas oleh Prancis. Berikutnya Italia juga menuntut Pulau Corsica , Savoya dan Nizza dari Prancis. Tetapi semua tuntutan tersebut tidak berhasil . pada 1940 Somali Inggris diduduki oleh Italia , tetapi walaupun daerahnya bertambah, hubungan dengan negri induk terputus, hanya dapat dilakukan melalui udara. Italia juga merencanakan menguasai terusan Suez yang akan dilakukan melalui Libia.
Dilain fihak Inggris mengadakan perjanjian dengan Mesir “Anglo-Egyptian Treary’ (1936), berisi Inggris diberi izin untuk memakai Mesir sebagai basis perang dan Mesir juga akan memebri bantuan militer. Kemajuan yang diperoleh jendral Grazini (Italia) dalam mendekati perbatasan Mesir akhirnya pada 1941 tertahan dan dipukul mundur oleh gabungan tentara inggris dan Prancis. Pos-pos militer Italia Sudan untuk mengadakan operasi di Afrika Timur. Bersama tentara sekutu, daerah Afrika Timur Italia akhirnya dapat direbut kembali. Ini berarti bahwa usaha Mussoloni untuk menguasai Afrika Timur dan Suez gagal sama sekali.
Haile Sellessie kembali berkuasa sebagai kaisar dan selama 9 bulan berlaku pemerintahan militer dinegrinya. Pada Januari 1942 Ethiopia mengadakan persetujuan dengan Inggris. Parlemen Ethiopia dibuka kembali dan kabinet baru dibentuk .
Dalam periode-periode berikutnya Kaisar giat memperluas pendidikan, melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam bidang administrasi, sosial dan pengadilan. Pada 1955 konstitusi Ethiopia ditinjau kembali ; keputusan yang diambil menentukan  bahwa kaisar menjadi kepala pemerintahan dan kepala negara dengan kekuasaan menuju kabinet ; Parlemen terdiri atas dua kamar senat ditunjuk oleh kaisar sedang anggota Dewan Perwakilan Rakyat ; pilih langsung oleh rakyat. Pemilihan umum untuk pertama kali akan dilangsungkan pada 1957.


BAB III
PERUBAHAN-PERUBAHAN DI AFRIKA

1.      Portugal
a.      Bidang Ekonomi
Ø  Portugal mengembangkan perekonomian Afrika melalui kerjasama dengan negara eropa lainnya seperti Jerman.
Ø  Membuka lahan perdagangan di Angola.
Ø  Masyarakat diberikan pekerjaan yaitu berkerja di perkebunan.

b.      Bidang Pendidikan
Ø  Masyarakat Afrika diperkenalkan Pendidikan walaupun mengunakan bahasa Portugal.
Ø  Masyarakat memiliki kecakapan tertentu
Ø  Dapat mengenal bahasa dan kultur portugis.

c.       Bidang Sosial-Budaya
Ø  Masyarakat digolongkan berdasarkan kultur bukan warna kulit.
Ø  Masyarakat diperkenalkan budaya Portugal
Ø  Masyarakat mengenal Kepercayaan yaitu Agama Katholik Roma.

2.      Italia
a.      Politik
Ø  Pada waktu Ethiopia diserbu oleh Italia (1935), penguasa negeri tersebut adalah kaisar Haile Selassi I, yang menggantikan Empress Zauditu pada 1930. Ia memodernisasikan negerinya dengan cara memberikan konstitusi tertulis dan parlemen yang terdiri atas dua kamar, ditambah dengan badan pertimbangan dan angkatan perangnya diperluas.
Ø  Pada 1955 konstitusi Ethiopia ditinjau kembali ; keputusan yang diambil menentukan  bahwa kaisar menjadi kepala pemerintahan dan kepala negara dengan kekuasaan menuju kabinet ; Parlemen terdiri atas dua kamar senat ditunjuk oleh kaisar sedang anggota Dewan Perwakilan Rakyat ; pilih langsung oleh rakyat. Pemilihan umum untuk pertama kali akan dilangsungkan pada 1957.
b.      Pendidikan
Ø  Perluasan pendidikan, pembaharuan-pembaharuan dalam bidang administrasi, sosial dan pengadilan terjadi di Afrika khususnya Ethiopia.




BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
            Kolonialisasi yang dilakukan oleh bangsa eropa sedikit banyak memberikan perubahan terhadap perkembangan dunia Afrika, mulai dari pendidikan, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan juga pemerintahan dll. Seperti yang telah dilakukan Portugal tehadap Angola, ini membuat sejarah penting bagi Angola itu sendiri. Perubahan-perubahan yang dialami memang cukup lambat hal ini dikarenakan masyarakat Afrika yang sedikit tertinggal dari Eropa. Melalui kolonialisi pula bangsa Afrika belajar tentang dunia luar, untuk menata bangsanya sendiri.
            Seperti politik Portugal, Spanyol, dan Italia, masing-masing negara tersebut memberikan pengaruh terhadap koloninya, dalam bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, pendidikan dan pemerintahan.



Daftar Pustaka


            Soeratman Darsiti, sejarah afrika zaman impralisme modern, jilid II.Yogyakarta 1974

Tidak ada komentar:

Posting Komentar